Tergelitik
Tergelitik.
Sampai saat, puisi ini dieja.
Kita sepakat, mencumbu wanita
yang tak bergincu lebih sahdu.
Juga, lenggok dan lagak yang seriang menjerat.
Uh…menatap, jauh kita dipacu.
Roda-roda dan bau asap.
Iklim yang muncrat dari sengat panas yang berbaris-membarisi,
peluh mencibiri.
Lengan baju, jatuh mengalihkan tatap pada sosok yang lantang berucap:
“aku akan memacarimu siang malam, tanpa beban”
Tak-tik-tak-tik, mesian tik menggelitik.
Kita berlari pada musim berdiam, dimana haraga kata,
hanya sia-sia onggokan pasar disore, lengang.
Sekarang benarkah kita kembali tak berani lantang.
Padang,
November 2007
0 komentar:
Posting Komentar