HALAMAN PANTAI

HALAMAN PANTAI

Sabtu, 11 April 2009

Ninabobok

Suara-suara resah,
masih menggema,
mentahlilkan jasat-jasat kata yang belum terkubur, mesra.
Terkurung dilembar-lembar tak bernama, hadir membawa warna
“dan aku pergi teman, menamani kebisuan langit dan kegundahan bunda yang lama tidak tersenyum, ”
karna dibuang Tuhan ke bumi
pagi ini ketulusan menjadi basi detelan puisi basah di luar kaca.

Painan

Read More..

Kekasih Khayalan

Aku punya kekasih hayalan.
Ia sering memperkosaku diam-diam kala subuh menjemput.
Kala sepi mencumbu.

Ia selalu bilang,
Paling suka dengan ceritaku.
Tentang kertas, pena dan prajurit kata-kata yang selalu bertempur demi hati.
Tentang mereka yang mati:
antara kamar mandi dan kamar tidur.

Oh kekasih khayalanku yang nakal

Ia selalu menyapaku kala terbius dalam buku.
Memelukku dalam catatan harianya.
Berlari-lari dalam petikan rokok,
Batuk dan rambut rontokku.

Suatu hari ketika senja, diladang kata
Aku sedang menyirami puisiku dengan obrolan demonstran
Ia datang mengajaku rehat,
Reingkarnasilah menjadi rindu, katanya.
Kita akan ziarah kepemakam kidung agung.

kekasih hayalan
Ia sering memperkosaku diam-diam kala subuh menjemput.
Makanya rambutku selalu basah.
Selepas Subuh sebelum ‘Duha.

Painan

Read More..

Yang Kalah, Tetap Bersuara.

Tergesah, jatuh dikeramaian,
Namun kau jemu, lari berlari memuja kesendirian.
Kejauh yang tak terbeli.

Hanya mengemas kata-kata,
Lekas berangkat kesirna.
Detak-detak dihitung,
mundur ketepi waktu.

Kita ini hanya sang kalah yang masih terus bersuara.
Karena sampai saat ini belum pernah terfikir untuk menyerah.
Apalagi membiarkan diri diapit oleh sesak zaman,
yang makin tajam.

Padang

Read More..

Pacar Kata

Pacar kata, kita sama-sama memiliki mata yang sayu.
Jika linting-linting itu dibakar,
dihirup dan ada kesempatan bercerita panjang lebar.
Aku akan mengenang hari ini. Selalu.
~kau pergi~

Pacar kata, terkesima
Didua belas bulan yang tercatat.
Kita berkirim kabar lewat udara.
Dan saat minggu-minggu yang kesekian terlewat.
Kau bercerita tentang sejarah yang dibalik.
“kita harus melawan, kepalkan tangan.
Selagi bisa nafas berhembus dan kaki melangkah
Jangan pernah menyerah”

Pacar kata, haruskah kita bertarung melawan diri sendiri.

Painan

Read More..

Tergelitik

Tergelitik.

Sampai saat, puisi ini dieja.

Kita sepakat, mencumbu wanita

yang tak bergincu lebih sahdu.

Juga, lenggok dan lagak yang seriang menjerat.

Uh…menatap, jauh kita dipacu.

Roda-roda dan bau asap.

Iklim yang muncrat dari sengat panas yang berbaris-membarisi,

peluh mencibiri.

Lengan baju, jatuh mengalihkan tatap pada sosok yang lantang berucap:

“aku akan memacarimu siang malam, tanpa beban”

Tak-tik-tak-tik, mesian tik menggelitik.

Kita berlari pada musim berdiam, dimana haraga kata,

hanya sia-sia onggokan pasar disore, lengang.

Sekarang benarkah kita kembali tak berani lantang.

Padang,

November 2007


Read More..